Label

Kamis, 22 Maret 2012

Kesaksian Pendeta di Hadapan Abu Bakar

Ketika Abu Bakar As-Siddiq ra (18 tahun) menemani Nabi Muhammad SAW (sebelum menjadi Nabi, yaitu 20 tahun) dalam perjalanan berdagang ke negeri Syam, mereka bersama rombongan kafilah sampai di suatu tempat yang ada sebatang pohon, Nabi Muhammad duduk berlindung di bawah pohon itu. Sedang Abu Bakar menuju ke tempat seorang pendeta yang ada di wilayah itu untuk menanyakan masalah agama.
Terjadilah dialog antara Pendeta dan Abu Bakar: “Siapakah yang berlindung di bawah pohon itu?” tanya pendeta. “Dia itu adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib”, jawab Abu Bakar. “Demi Allah, ini seorang (yang akan menjadi) Nabi, (karena) tidak ada seorang pun yang berteduh di bawah pohon itu, sesudah Nabi ‘Isa bin Maryam (pernah berteduh di situ) kecuali Muhammad, Nabi Allah”, terang pendeta itu.
Sejak itulah, hati Abu Bakar ra menjadi yakin dan membenarkan atas kenabian Muhammad SAW. Maka Abu Bakar ra tidak pernah berpisah dengan Nabi Muhammad SAW, baik dalam bepergian mau pun di rumah. Ketika Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dalam umur 40 tahun dan Abu Bakar berumur 38 tahun, Abu Bakar langsung masuk Islam dan membenarkan kenabian/kerasulan Muhammad SAW

Rabu, 21 Maret 2012

Cinta yang Berbuah Surga

            Dikisahkan, suatu hari Rasulullah SAW tengah berbincang-bincang dengan para sahabat beliau. Tiba-tiba laki-laki asing melintas di hadapan mereka. Kemudian Rasulullah SAW pun bersabda, “Sesungguhnya laki-laki itu adalah seorang ahli surga”. Dan kalimat tersebut beliau ucapkan sebanyak tiga kali. Mendengar ucapan Rasulullah SAW tersebut, maka salah seorang sahabat beliau yang hadir pada saat itu dan memiliki sikap kritis yakni Abdullah bin Umar ra (putra Umar bin Khattab) berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa hal tersebut engkau katakan kepada kami. Sementara laki-laki itu bukanlah sahabat-sahabatmu seperti kami. Dan engkaupun belum pernah mengatakan hal yang sama kepada kami?”
            Mendengar pertanyaan tersebut, maka dengan bijaksana Rasulullah SAW menjawab, “Jika kalian semua ingin mengetahui jawabannya, silakan kalian tanyakan langsung kepada orang tersebut.”
            Singkat cerita, kemudian Ibnu Umar ra pun mendatangi kediaman orang asing tersebut untuk menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan apa yang baru saja dikatakan Rasulullah SAW. Kemudian setelah keduanya bertemu terjadilah sebuah dialog. Ibnu Umar ra pun bertanya kepada orang asing itu, “wahai saudaraku, siapakah anda ini. Dan gerangan amalan apakah yang telah engkau perbuat selama ini. Hingga Rasulullah pun mengatakan kepada kami bahwa engkau adalah seorang ahli surga?”
            Mendengar pertanyaan sahabat Ibnu Umar ra itu, maka orang itu pun menjawab, “Aku bukanlah siapa-siapa, aku bukanlah seorang yang kaya raya bahkan diriku pun tidak memiliki apa-apa. Amal ibadahku pun biasa-biasa saja jika dibandingkan dengan engkau wahai Ibnu Umar. Akan tetapi aku sangat mencintai Allah Jallaa Wa ‘Aalaa dan Rasul-Nya serta seluruh makhluk di muka bumi ini. Dan setiap malam menjelang tidurku aku perkuat lagi rasa mahabbah itu (kasih sayang dan cinta). Dan akupun senantiasa memintakan ampun terhadap kesalahan-kesalahan manusia kepada diriku pada hari itu. Tidak terkecuali kepada orang kafir sekalipun.”

7 Tanggung Jawab Anak terhadap Orang Tua Edisi ke 3

            Udah pada ga sabar ya nunggu edisi ke 3? Berikut 7 tanggung jawab anak terhadap orang tua edisi ke 3, semoga bermanfaat!!
15.    Membetulkan Wasiat Orang Tua yang Keliru
“(Akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 182)
Allah telah menetapkan bahwa bila seorang anak mendapati kekeliruan orang tua dalam memberikan wasiat, padahal ia tidak mungkin melakukan perundingan dengan almarhum orang tuanya, maka ia wajib meluruskan kekeliruan tersebut, karena perbuatan orang tua tersebut adalah dosa. Sebaliknya, anak-anak yang ditinggalkan tidak boleh mengubah warisan orang tuanya yang sudah sesuai dengan ajaran Islam. Kemudian jika sampai terjadi perubahan yang melanggar syari’at Islam, maka dosanya ditanggung oleh mereka yang merubahnya.

Senin, 12 Maret 2012

Obat Kesedihan

Tidak diragukan lagi bahwa manusia memang menghadapi aneka musibah dan penderitaan. Akan tetapi, hendaknya ia tidak menganggap hal itu sebagai akhir dari kehidupan, dan menganggap ia satu-satunya orang yang mendapat cobaan itu. Ia dapat meringankan cobaan tersebut dengan menempuh sejumlah langkah berikut:
Hendaknya ia mengetahui bahwa ketentuan Allah SWT telah ditetapkan. Tuhan yang menetapkan takdir dan meridhainya adalah Tuhan Yang Maha Bijaksana. Sudah semestinya ia ridha terhadap Allah SWT dengan segala qadar dan qadhaNya.

Selasa, 06 Maret 2012

Jangan Hidup karena Harta


Kita memang membutuhkan harta untuk bisa hidup, akan tetapi itu tidak berarti kita hidup untuk harta. Kita bisa membedakan antara dua hal ini dengan dua golongan yang berbeda.
Pertama, golongan yang meletakkan harta di atas segalanya. Ia rela menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan harta. Kedua,