Label

Rabu, 21 Maret 2012

7 Tanggung Jawab Anak terhadap Orang Tua Edisi ke 3

            Udah pada ga sabar ya nunggu edisi ke 3? Berikut 7 tanggung jawab anak terhadap orang tua edisi ke 3, semoga bermanfaat!!
15.    Membetulkan Wasiat Orang Tua yang Keliru
“(Akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 182)
Allah telah menetapkan bahwa bila seorang anak mendapati kekeliruan orang tua dalam memberikan wasiat, padahal ia tidak mungkin melakukan perundingan dengan almarhum orang tuanya, maka ia wajib meluruskan kekeliruan tersebut, karena perbuatan orang tua tersebut adalah dosa. Sebaliknya, anak-anak yang ditinggalkan tidak boleh mengubah warisan orang tuanya yang sudah sesuai dengan ajaran Islam. Kemudian jika sampai terjadi perubahan yang melanggar syari’at Islam, maka dosanya ditanggung oleh mereka yang merubahnya.
Anak yang shalih bila mengurus wasiat orang tuanya tentu akan terlebih dahulu mempelajari hal-hal yang berkenaan dengan perwasiatan sesuai tuntunan Islam. Ia akan melaksanakan wasiat tersebut serta tidak berusaha untuk melakukan perubahan-perubahan yang melanggar syari’at. Sikap anak yang membiarkan kekeliruan dalam pembagian warisan orang tuanya adalah suatu perbuatan dosa. Begitu pula perbuatan anak yang mengubah pembagian warisan orang tua, sehingga menyalahi ketentuan syari’at, juga termasuk perbuatan dosa besar. Sebab itu, dalam urusan menangani warisan orang tua ini, para anak wajib berlaku jujur dan melakukan perbaikan sejalan dengan ketentuan syari’at Islam.

16.    Mengutamakan Wasiat untuk Orang Tua sebelum Anak Meninggal
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 180)
Terkadang terjadi justru anak mendahului orang tua menghadap Allah. Dalam kasus semacam ini, Islam masih memberi kesempatan tersendiri bagi anak untuk berbakti kepada orang tuanya dengan jalan memberi warisan kepada orang tuanya dari sebagian hartanya. Karena itu, anak yang shalih harus memanfaatkan saat-saat yang kritis ini untuk memperoleh jalan ke surga dengan baik.
Bagaimana yang dimaksud dengan “harta yang banyak”? Yaitu jika harta peninggalannya telah cukup untuk kepentingan anak istrinya sebagai ahli waris. Sebab kita tidak dibenarkan menelantarkan anak-anak yang kita tinggalkan, sehingga menjadi beban orang lain. Larangan membiarkan anak kita terlantar setelah kita mati termaktub dalam QS. An-Nisaa’ ayat 9:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Pada ayat di atas kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk berhati-hati dalam melaksanakan wasiat atas harta peninggalan anak-anak kita kelak tidak menjadi orang yang terlantar dan menjadi beban orang lain. Karena itu, dalam melaksanakan tanggung jawab yang berkaitan dengan wasiat untuk kedua orang tua harus dipertimbangkan juga kebutuhan-kebutuhan wajar (pokok) dari anak istri yang ditinggalkan. Demikianlah, ketentuan Islam yang harus dipatuhi oleh setiap anak Muslim yang shalih.

17.    Menjauhkan Diri dari Perbuatan Syirik Orang Tua
Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah Assa’idi, katanya: “Ketika kami duduk di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba datang seorang lelaki dari suku Salamah, lalu ia bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah masih ada kebaikan yang dapat aku lakukan guna berbakti kepada orang tua setelah mereka wafat?’ Sabdanya: ‘Ada, yaitu membacakan shalawat untuk mereka, memintakan ampun atas dosa-dosa mereka, memenuhi janji mereka yang belum terlaksana, menyambung tali persaudaraan yang dahulu biasa mereka lakukan, dan menghormati sahabat-sahabat mereka.” (HR. Abu Dawud)
Kebiasaan-kebiasaan baik semacam ini oleh Rasulullah ditekankan sebagai perbuatan yang perlu dilakukan dan dilestarikan oleh putra-putri almarhum kalau mereka masih ingin berbuat baik kepada orang tua.
Karena itu, anak-anak Muslim yang ingin tetap memberikan dan memelihara terus kebajikan-kebajikan orang tuanya, hendaklah terus melanjutkan kebajikan-kebajikan yang telah dirintis almarhum selama mereka hidup. Dengan melestarikan kebajikan orang tua ini, anak akan memberi manfaat kepada banyak pihak. Pertama, bermanfaat bagi dirinya sendiri. Kedua, bermanfaat bagi mesyarakat. Ketiga, bermanfaat bagi almarhum orang tua yang berada di dalam kubur.

18.    Memenuhi Kebutuhan Orang Tua pada Usia Lanjut
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, sabdanya: Celakalah seseorang, kemudian celakalah seseorang, kemudian celakalah seseorang yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satunya berada pada usia lanjut, tetapi ia tidak masuk surga. (HR. Muslim)
Menghadapi orang tua yang lanjut usia ini dalam Hadits di atas dijelaskan bahwa Rasulullah SAW menekankan adanya tanggung jawab kepada anak-anak mereka. Bila para anak ini ternyata tidak memenuhi tanggung jawab tersebut, berarti mereka telah mengabaikan dirinya memperoleh surga. Artinya, jika anak tidak lagi mau menyantuni kedua orang tuanya yang berada pada usia lanjut, maka berarti ia tidak suka masuk surga. Karena itu, anak yang ingin masuk surga adalah anak yang berusaha tetap dan terus berbakti kepada orang tua pada usia senja mereka.
Orang tua lanjut usia yang menjadi tanggung jawab anak di sini adalah orang tua kandung anak laki-laki. Adapun mertua tidaklah menjadi tanggung jawab menantu laki-lakinya. Bila istri menuntut agar orang tua kandungnya juga diurus dan disantuni oleh suaminya, maka perlakuannya tidak dapat dibenarkan. Karena dalam tuntunan syari’at Islam, seorang istri tidak lagi dituntut tanggung jawabnya oleh orang tuanya, tetapi tanggung jawabnya adalah berbakti kepada suami, rumah tangga, dan anak-anaknya. Karena itu, seorang istri yang menginginkan orang tuanya pun dirawat dan disantuni oleh suaminya, wajib meminta persetujuan dan keridhaan suaminya. Dan seorang suami yang bertaqwa kepada Allah tentu tidak keberatan memenuhi permintaan istrinya tersebut.
Jadi, anak laki-laki yang shalih wajib memenuhi kebutuhan orang tuanya yang lanjut usia agar dia mendapatkan surga seperti yang dijanjikan oleh Allah.

19.    Memohonkan Kasih Sayang Allah bagi Orang Tua
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’(QS. Al-Israa’: 24)
Pada ayat di atas disebutkan bahwa Allah memerintahkan anak untuk merendahkan diri dan memohon kasih sayang Allah untuk kedua orang tuanya. Inilah salah satu balas budi seorang anak kepada orang tuanya yang harus ia lakukan. Adapun memohon kasih sayang bagi kedua otang tua adalah memohonkan rahmat dan pertolongan Allah agar kedua orang tua hidup dalam kebahagiaan dan keselamatan. Karena kedua orang tua selalu memohonkan kepada Allah agar anak cucunya kelak hidup bahagia dan selamat.
Jadi, anak yang shalih akan senantiasa memohonkan ampun dan kasih sayang Allah bagi orang tua sebagai manifestasi keshalihannya dan balas budi kepada orang tuanya.

20.    Membantu Orang Tua yang Telah Wafat dengan Amal Shalih
Apabila seorang anak Adam meninggal dunia, maka amalnya terputus, kecuali 3 macam, yaitu: harta yang diwakafkan atau ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendo’akan dirinya.” (HR. Muslim)
Dalam Hadits di atas disebutkan bahwa manusia yang sudah meninggal akan terputus amalannya, kecuali satu di antaranya adalah anak shalih yang mendo’akan dirinya. Inilah harapan orang tuanya agar ia bisa menambah amalan dan mendapatkan ampunan dari Allah selama hidupnya; dan inilah cara yang dibenarkan bagi anak untuk tetap berbakti kepada ibu bapaknya yang telah meninggal, yaitu berdo’a atau bertingkah laku yang shalih dalam kehidupannya sehari-sehari. Karena tingkah laku anak shalih dapat memberikan keuntungan kepada dua pihak. Pertama, untuk dirinya sendiri; dan kedua, untuk orang tuanya yang sudah meninggal.
Jadi, orang tua yang mendidik anaknya menjadi orang shalih dapat menambah amal shalih orang tua itu sendiri, sehingga walaupun orang tua sudah meninggal, sementara anaknya terus beramal shalih maka orang tua bersangkutan akan tetap memperoleh bagian pahala dari amal shalih anaknya.

21.    Membantu Usaha Orang Tua
“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: ‘Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?’ Kedua wanita itu menjawab: ‘Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.’” (QS. Al-Qashash: 23)
Kisah yang diceritakan oleh Allah dalam Al-Qur’an ini merupakan bahan pelajaran bagi semua anak dalam membantu usaha orang tuanya. Kalau kedua putri Nabi Syu’aib dengan susah payah menggembalakan ternak ayahnya dengan menghadapi para penggembala laki-laki yang sikapnya kurang beradab, maka dengan sendirinya anak laki-laki lebih bertanggung jawab membantu usaha orang tuanya.
Dalam membantu usaha orang tua, anak harus mengerti keadaan dan kondisi orang tuanya. Dengan demikian, setiap anak haruslah selalu memperhatikan keadaan orang tuanya, tidak boleh acuh tak acuh, agar dapat melaksanakan tanggung jawab membantu usaha orang tuanya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar