Label

Jumat, 18 Mei 2012

Balasan sebuah Kejujuran

Setiap malam Umar bin Khaththab bersama seorang pembantu setianya, Aslam, menyelusuri lorong-lorong kecil di sekitar kota Madinah. Setelah lama dalam perjalanan, ia masuk ke pelosok kota. Suatu ketika terlihat olehnya sebuah lampu menyala dari bilik rumah kecil. Itu sebagai tanda penghuninya belum tidur. Setelah dekat, terdengar dua orang membicarakan sesuatu. Ia dekati rumah itu dengan sangat hati-hati. Ternyata yang bercakap itu adalah seorang perempuan tua bersama seorang anaknya. Seraya berkata kepada anaknya, “Bangunlah hai anakku dan campurkanlah susu itu dengan air. Supaya agak banyak untuk kau jual esok pagi dan engkau akan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak. Sebab kita  sangat membutuhkan uang, sedangkan kita sangat miskin.”

Mendengar ucapan ibunya itu, maka anaknya segera menjawab: “Wahai Ibu, apakah Ibu tidak tahu ketegasan Amirul Mukminin Umar Bin Khaththab dalam menjalankan roda pemerintahan?” Ibunya berkata, “Kebijaksanaan apa yang sedang dilakukan Khalifah Umar?”
Anak gadis itu menerangkan hal kebiksanaan yang dilakukan Umar, ia berkata: Khalifah Umar bin Khaththab menyeru agar semua penjual susu tidak mencampurnya dengan air, hanya karena ingin mengambil keuntungan yang sebanyak-banyaknya tanpa memerhatikan kualitas.”
Ibunya berkata, “Tapi wahai anakku, pada malam hari seperti sekarang ini siapa yang tahu kalau kita sedang berbuat demikian. Tentu tidak seorang pun yang tahu. Dan hal ini sudah biasa berlaku pada pedagang-pedagang susu lainnya.”
Si anak gadis itu berkata, “Wahai Ibu, tengah malam seperti ini memang tidak ada orang yang mengetahui perbuatan kita, apalagi Amirul Mukminin, tapi perintahnya harus ditaati oleh setiap umat Islam, karena ia adalah pemimpin kita dan ia benar. Namun secara lahir, khalifah Umar tidak mengetahui perbuatan kita, masih banyak sekali yang mengetahui perbuatan kita, yaitu Allah SWT dan para malaikatNya yang menjadi saksi atas perbuatan kita itu. Kita memang tidak melihat malaikat, tapi mereka melihat kita.”
Setelah selesai merekam semua pembicaraan ibu dan anak gadisnya itu, khalifah Umar berkata kepada Aslam, “Tandailah rumah ini, supaya dengan mudah kita mencarinya nanti.”
Keesokan harinya, khalifah memanggil Aslam dan berkata, “Wahai Aslam, masih ingatkah engkau akan rumah yang engkau tandai tadi malam? Pergilah engkau ke sana sekarang, teliti dengan seksama hal ihwal kedua orang itu beserta seisi rumah.” Aslam berkata, “Ya, wahai Amirul Mukminin, Insya Allah saya masih ingat rumah itu.”
Mendengar perintah Umar, Aslam segera berangkat untuk mendeteksi keluarga kecil itu. Di sana ia dapatkan hanya seorang Ibu dengan anak gadisnya saja. Tanpa seorang pun laki-laki yang menyertai mereka. Kehidupan mereka hanya bermodalkan menjual susu itu. Setelah Aslam menceritakan segalanya tentang mereka, Khalifah manggut saja pertanda yakin akan kebenaran cerita Aslam, sesuai dengan dugaannya sendiri.
Selesai mendengarkan cerita Aslam, Khalifah berkata, “Balasan apa yang pantas diberikan kepada seorang gadis manis yang sangat jujur itu?”
Aslam menjawab, “Barangkali balasan yang sebanyak-banyaknya dan dapat membahagiakan mereka.”
Khalifah berkata, “Membalas sebuah kejujuran yang tulus seperti yang dilakukan anak gadis itu dengan apa yang engkau katakan itu, belum berarti apa, karena kejujuran tidak dapat diukur dengan nilai mata uang atau benda. Karenanya, akan saya beri ia balasan yang terbesar. Saya jadikan ia sebagian dari keluarga saya.”
Selang beberapa hari, Khalifah memanggil seorang anak sulung laki-lakinya bernama Ashim. Ketika Ashim yang masih sendiri ini datang menghadap kepadanya. Umar berkata, “Wahai anakku, bagaimana pendapatmu jika aku jodohkan kamu dengan seorang anak gadis desa yang cantik, jujur dan taat kepada Allah dalam setiap langkahnya?” Ashim yang terkenal taat kepada orang tuanya itu segera memberi jawaban atas pertanyaan ayahanda. Setelah sejenak berpikir, “Allah Maha Besar, apa yang Ayahanda tawarkan buat ananda sangatlah tepat dan ananda menerimanya dengan senang hati.”
Mendengar jawaban anaknya itu. Umar merasa sangat bahagia dan lega hatinya. Karenanya esok hari ia datang ke rumah anak gadis pedagang susu itu untuk meminangnya. Untuk dijadikan teman hidup anaknya, Ashim. Sesampai di rumah anak gadis itu, Umar langsung mengemukakan maksud kedatangannya kepada ibu dan anak gadis itu. Mendegar perkataan Umar, sang Ibu sungguh merasa sangat haru dan bahagia karena ia sama sekali tidak menyangka. Seorang kepala negara yang seluruh tanah Arab dan Persia gentar mendengar nama dan keagungannya. Tokoh kharismatik, idola segala zaman yang tidak pernha pantang mundur walau selangkahpun, sekarang sedang masuk gubuk kecil yyang akan roboh dalam kunjungan pinangan, bagi anak gadisnya.
Karena dengan niatan baik dan segala kerendahan hati sang Khalifah, maka dengan tulus ikhlas pula sang Ibu dan anak gadis itu menerima lamaran tersebut. Setelah lamaran selesai, beberapa minggu berselang pernikahan pun berlangsung dengan sangat sederhana dan penuh haru. Karena ditinjau dari segi struktur keluarga, perbedaan mereka sangat jauh. Tapi seorang yang bijaksana tidak akan berpandangan pada status sosial, yang penting baginya adalah taatnya kepada Allah dan kepada Rasulullah.

Semoga kisah ini bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar