Label

Minggu, 08 Januari 2012

Kelahiran Sang Bintang


“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu...”
(QS. Al-Ahzab: 21)
           
            Pada zaman dahulu di Jazirah Arab, bangsa Arab hidup dengan tenang, jauh dari bentuk goncangan-goncangan. Mereka tidak memilik kemewahan layaknya peradaban Persia, yang memungkinkan mereka kreatif dan pandai menciptakan kemerosotan-kemerosotan, filsafat fermisif dan kejahatan moral yang dikemas dalam bentuk agama. Mereka juga tidak memiliki kekuatan militer Romawi, yang mendorong mereka melakukan ekspansi ke negara-negara tetangga. Mereka tidak memiliki kemegahan filosofis dan dialektika Yunani, yang menjerat mereka menjadi mangsa mitos dan khurafat.

            Karasteritik Bangsa Arab ini seperti bahan baku yang belum diolah dengan bahan lain. Masih menampakkan fitrah kemanusiaan dan kecenderungan yang sehat dan kuat, serta cenderung kepada nilai kemanusiaan yang mulia, seperti setia, penolong, dermawan, harga diri dan kesucian.
            Hanya saja, mereka tidak memiliki pengetahuan yang membimbing mereka ke arah sana. Karena mereka hidup dalam kebodohan, kegelapan dan dalam fitrah yang masih alami. Akibatnya, mereka tidak menemukan keindahan hidup. Mereka tidak mampu melindungi nilai-nilai kemanusiaan tersebut. Akhirnya mereka tersesat jalan tanpa ada bimbingan.
            Kemudian mereka mengubur anak perempuan hidup-hidup dengan dalih kemuliaan dan kesucian. Memusnahkan harta kekayaan dengan alasan kedermawanan. Membangkitkan peperangan di antara mereka dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Kondisi inilah yang diungkapkan oleh Allah SWT dengan firman-Nya: “Dan sesunguhnya kalian sebelumnya benar-benar termasuk oramg-orang yang sesat” (QS. Al-Baqarah: 198).
            Di saat dunia dalam kegelapan seperti itu, Allah mengirimkan “seorang bintang” yaitu Muhammad saw. Bintang yang membuat dunia makin indah. Bintang yang menjaga dan melindungi masyarakat dan bintang yang membimbing penghuni dunia kepada kebahagiaan.

Fungsi Bintang.
            Allah SWT telah berbicara tentang fungsi bintang dalam al-Qur’an, diantaranya adalah:

Bintang sebagai hiasan langit.
            Allah menciptakan langit dengan penuh keindahan. Tinggi tanpa tiang. “Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang” (QS. Ash-Shafaat: 6). Allah juga berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit dunia dengan bintang-bintang” (QS. Al-Mulk: 5)

Bintang sebagai pelempar syaithon.
            Allah SWT mencatat ketentuan-ketentuan dan rahasia Qodho’-Nya di Lauh Mahfudz. Lalu dengan berjalannya waktu, satu demi satu ketentuan dan rahasia Qodho’ direalisasikan sebagai Taqdir. Maka syaithon dari golongan Jin berusaha untuk mencari tahu ketentuan dan rahasia Qodho’ Allah di Lauh Mahfudz untuk dirinya kepentingan atau untuk dikabarkan kepada partnernya dari kalangan ahli nujum, para dukun atau para normal. Namun usaha-usaha mereka ini selalu digagalkan oleh Allah dengan cara mengirimkan bintang yang menyerang mereka dengan cahaya yang panas dan membakar (QS. Ash-Shafaat: 7-10). Maka bintang itu menjaga dan melindungi.

Bintang sebagai pembimbing.
            Ketika dalam kegelapan malam atau di tengah lautan, saat arah perjalanan ke arah timur, barat, utara dan selatan tidak lagi diketahui, saat itulah bintang sangat dibutuhkan. Bintang bisa berperan sebagai penunjuk arah. Laju bahtera menjadi terarah dan kepanikan nahkoda pun sirna seketika. Allah berfirman: “Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk” (QS. An-Nahl: 16).

Rasulullah saw adalah Sang Bintang.
            Kelahiran Muhammad saw di muka bumi ini merupakan kelahiran seorang bintang yang membuat indah wajah dunia yang sebelumnya tampak suram. Bintang yang menjaga dan melindungi dunia dari kejahatan dan ambisi syaithon yang dimiliki penghuninya. Binatng yang memberi petunjuk dan mengarahkan penghuni dunia untuk mendapatkan kebahagiaan.
            Sinar bintang Muhammad saw selamanya tidak akan redup atau tenggelam. Sementara sinar bintang yang di langit dunia ada saatnya untuk redup dan tenggelam. Dalam konteks ini, Allah menurunkan surat an-Najm, yang berarti bintang.
            “Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. (QS An-Najm: 1-4).

Antara Kuantitas dan Kualitas.
            Berapa jumlah umat Islam sejagat saat ini? Data demografis berbeda dalam memberikan informasi. Selama ini kita membaca bahwa jumlah itu bergerak antara 1,2-1,3 miliar. Tetapi, sumber Muslim yang terbaru menunjukkan bahwa jumlah umat Islam telah mencapai angka 1,82 miliar. Sementara sumber CIA (Central Intelligence Agency) Amerika mencatat jumlah 1.634.948.648 dari total penduduk dunia 6.780.584.602. Dengan rata-rata pertumbuhan penduduk Muslim 2,9 % dibandingkan rata-rata pertumbuhan penduduk dunia 2,3 % per tahun, maka Islam menjadi agama tercepat menjaring penganut baru akibat kelahiran, plus pendatang baru yang juga tidak sedikt jumlahnya. Sekarang di hampir semua negara Uni Eropa, Islam sudah berada pada posisi kedua setelah agama Kristen. Jika kecenderungan ini berjalan stabil, pada tahun 2020, 1 dari 10 warga Eropa adalah Muslim.

Kembali kepada Kualitas.
            Dengan demikian, jelaslah bahwa kualitas dalam pembinaan itu lebih penting. Lantas, jika begitu, apakah kita bisa seenaknya? Kan, yang penting kualitas? Nah, ini sikap yang salah juga, apalagi sampai mengambil kesimpulan seperti itu.
            Sebuah cerita di zaman Rasulullah saw, bisa menjadi contah. Tiga orang sahabat datang ke rumah Rasulullah saw. Mereka bertemu dengan Aisyah ra untuk bertanya tentang cara ibadah Rasulullah saw.
            Usai mendapat jawaban Aisyah, sahabat pertama berkata; bahwa dia akan shalat terus-terusan setiap malam. Sahabat kedua berniat akan puasa terus dan tidak akan berbuka. Sementara sahabat ketiga berkata; dia akan mendedikasikan hidupnya bagi Allah SWT dan tidak akan menikah.
            Saat Rasulullah mengetahui hal ini, beliau menasehati ketiga sahabat tersebut.  Bahwa beliau beribadah itu SEIMBANG ANTARA KUALITAS DAN KUANTITAS. Beliau berkata, bahwa beliau shalat tapi juga ada waktunya untuk mencari dunia (kerja). Beliau tidak terus-menerus berpuasa, tapi ada saatnya berbuka. Dan beliau tetap menikah, tidak lantas mengasingkan diri.
            Dan cukuplah sebagai spirit, ketika Rasulullah saw memberikan strategi kepada kita: “Aktifitas-aktifitas yang paling abik dan disukai Allah SWT ialah yang terus-menerus meskipun sedikit”. (HR. Bukhari). Dalam hadits itu, kembali kita bisa baca secara gamblang, terus menerus itu bermuara kepada kuantitas, dan sedikit itu miniatur dari kualitas.

Setiap Kita adalah Bintang.
            Setiap kita bisa menjadi bintang. Bintang-bintang bagi keluarga, tetangga, masyarakat bahkan umat manusia. Mereka butuh contoh sosok Islam yang indah, wibawa kekuatan Islam yang melindungi dan semangat ruh Islam yang menuntun dan mengarahkan mata dunia. Itulah pesona bintang, seperti yang pernah dimiliki Nabi Yusuf as yang membuat iri dunia.
            “(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: ‘Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku". (QS. Yusuf: 4). Wallahu a’lam.
                       

Sumber: Al-Manar “Kelahiran Sang Bintang”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar